SEJUTA DOA SEJUTA LANGKAH UNTUK SANG DEWI ANJANI ATAP NTB

DIA Maha Baik


Benih-benih rindu tlah di taburkan

di bentangan savana yang menguning

Meski langit tak sebiru samudra

Namun arakan awan memayungi 

setiap langkah kaki tertatih letih

Lantunan dzikir menguatkan  tekad 

Untuk terus dan terus menggapai 

3762 mdpl Atap Nusa Tenggara Barat

Rinjani, 5-7 DES 2020


    Semua karena Covid-19, jikalau tak ada wabah ini, mungkin aku masih keasikan main di laut bersama ikan-ikan nan unyu. Berbulan-bulan terkurung dalam rutinitas yang menjenuhkan akhirnya ku putuskan untuk keluar dari zona ketakutan yang tak berkesudahan. Tempat untuk melepaskan kebosanan ini, jatuh pada negeri di awan, puncak tertinggi ke-3 di Indonesia, atap Nusa Tenggara Barat.

    Sabtu, 5 Desember 2020, berawal dari desa Sembalun, sebuah lembah cantik penuh kedamaian dikelilingi bukit-bukit menjulang tinggi, di langit yang muram tertutup awan kelabu. Desa ini menjadi basecamp awal para pendaki yang ingin mendaki ke gunung Rinjani. Udara dingin meyambut ke datangan kami, sangat pas dengan semangkuk Mie rebus hangat dan secangkir kopi sebagai teman euforia yang tak kunjung padam. Lelah pun hilang setelah terlelap dalam dekapan udara yang sejuk dan meyegarkan. Selepas subuh kami pun tak sabar melihat keagungan Dewi Anjani di pagi subuh. Pagi ini cuaca tampak cerah, seuntai doa dipanjatkan semoga awan memayungi perjalan panjang menuju base camp Pelawangan Sembalun. 

0 Km menujuk puncak


    Pukul 7.20 wita sebuah ketukan bersahabat membuyarkan konsentrasi kami yang lagi kebingungan barang-barang mana saja yang harus di bawah naik. Maklum ini pendakian pertama ku di atas 3000 mdpl dan harus melalu track yang super panjang. Lebih keren lagi Pak Triss, patner ngebolang ku kali ini. Beliau sama sekali belum pernah  bermain naik-naik ke puncak gunung. Kami berdua hanya bermodalkan tekad dan rutinitas olaraga 60 menit setiap pagi selama pandemi, selebihnya serahkan kepada Sang Maha Kuasa, dengan motto "Puncak adalah Bonus"."Pagiii,,,gimana sudah siap?? sudah 7.30 sekarang?"...Sapa hangat Tarzan (sang guide Rinjani yang lagi  beken). Sebuah kalimat yang buat kami kocar-kacir akan barang mana yang mesti di bawah ke puncak. Dalam hitungan menit kami pun sudah duduk manis di bak mobil pick-up yang siap mengantarkan kami ke titik 0 pendakian.

menuju pos 1 Pementan

    Tim bolang Dewi Anjani terdiri dari Arista (aku), Pak Triss, Ioni (leader guide), Tarzan (guide merangkap asisten Poter), Amma (Bapak Poter). Tepat pukul 8.00 wib kami panjatkan doa untuk keselamatan dan kelancaran selama trip ini, maklum 2 makhluk konyol mencoba mencampakkan rasa manja dan lemah diri sejauh-jauhnya, untuk menantang diri.."KAMU BISA". Doa emang tak-kan pernah selesai sepanjang savana yang menguning dan mulai menghijau tak henti Asma Nya dan Zikir keluar dari mulut ini, aku pun tak berani menoleh ke belakang(Ibarat kata, lupakan masa silam). Kutatap lurus-lurus dan penuh tekad, meski langkah bagai keong merambat lamban namun kecepatan harus konstan. Tracking Rinjani begitu panjang namun penuh dengan gelora yang mengasyikan karena keindahan tiada habisnya. Satu kalimat sakti dari Bang Stuck.."HARUS SABAR", 2 kosa kata ini adalah energi untuk ku.

    Pos satu : Pementan (Pos pemantauan) berlalu,karena tak banyak yang bisa dieksplore, hanya pelang kecil bertuliskan pos 1.  Lanjut pos 2 : Tengengean (tetesan Air), disini kami berhenti agak lama karena di pos ini kami makan siang meski waktu baru menunjukan pukul 10.30 wita, sebetulnya terlalu dini untuk makan siang, namun karena sumber air bersih hanya berada di pos ini, kami pun manut pada si tampan guide leader. Kenyang dengan makan siang kami yang super yummy, tak berlama-lama, kami melanjutkan perjalan ke pos 3 : Padabalong (keseimbangan tenaga). Pos 1 sampai pos 3 jalur menanjak namun banyak bonusnya, mulai pos 3 ke pos 4(Cemara Sewu/bukit penyiksaan, disebut cemara sewu emang bukit savana berhiaskan cemara, dikatan bukit penyiksaan emang betul kebangetan,, nanjak terus-terus sampai halu) siap-siap untuk dengkul dan lutuk kerja extra keras. Teristimewanya Pos 4 ke pos 5 (Base Camp Pelawangan Sembalun yang bermakna pintu angin). Bukan hanya tenaga yang terkuras habis,bis,bisssss, namun otak pun mulai halu tingkat dewa. dikala tanjakan semakin curam, mata semakin rabun, pikiran semakin runyam, lihat pendaki yang turun sembari bawa jinjingan kresek di dalam berisi pisang, semangatpun bangkit,,terlebih dari pos 4 ini kaki  Pak Triss, mulai terasa kram, meski sudah berulang di semprot dengat Jet Spray pereda nyeri otot (Suprais, dikala Ioni mengelurakan obat mujarabnya, semua jempol buat Ioni dan Teamnya...selalu siaga terhadap kondisi terburuk). Serasa mendapat angin surga ketika melihat pisang, salah satu obat mujarab untuk Kram-kram otot. Semangat 45 aku berbisik kepada Ioni ; "Ionnn, Sttttt,... itu ada pisang, mintain satu untuk Pak Triss" sembari mata ku melirik bungkusan plastik si empunya Pisang. Ioni pun heran, berulang kali dia mempertajam tatapan ke keresek yang aku maksud..."Pisang apanya???, itu sepatu!!!!" gumannya,, "ituuuu di keresek" ujar ku bersikeras. "Hehehe...itu sepatu Kak"...ujarnya geli bercampur heran. Serempak kami bertigapun tertawa, argggg asli sepertinya aku kena deco alias mountain sicknesss kurang oksigen sehingga halu tingkat dewa.

Pos 2 Tengengean, Isi bahan bakar dulu

    Doaku memang semoga perjalanan ini tanpa sengatan matahari, Alhamdulillah pulang pergi mendung, bahkan hujan, angin menemani perjalanan panjang kami. 8 jam 30 menit dengan total energi yang keluar 2300 kcal yang terkuras habis kami pun sampai di Basecamp Pelawangan Sembalun tepatnya pukul 16.30 menit...hujan dan monyet-monyet nakal bersuka cita menyambut kedatangan kami. Dendam rasanya melihat monyet-monyet rakus ini, di pos 4 snack kami yang tinggi energi di rampok si onyet tanpa perasaan,,,bayangkan, bermula dari bantal anjani di rampok di pos 2, di pos 4 ini Coklat kurma, Madu, dan STMJ  juga raib dibawah kabur si onyet. Tak sabar aku segera mengantikan pakai yang sudah basah kuyup, meski sudah menggunakan raincoat, namun baju tetap basah, kami di guyur dari dalam (keringat) dan luar (hujan), namun semua menjadi tak penting, ketika bisa merasakan rebahan di hangatnya tenda mungilku dengan secangkir teh manis hangat dan sepotong pisang goreng. (heheh jadi ingat kasus Pisang versus sepatu..wkwkwkw). Maksud hati ingin segera pingsan namun apadaya para pendaki yang mulai berdatangan mulai mewarnai senja di Pelawangan. "Senjanya keren, senjanya indah,berkali-kali suara-suara itu menggangu tidur ayam ku, penasaran aku pun beranjak dari sleepingbag yang mulai menghangat, benar saja, senja di cakrawala diatas danau segara anak yang mulai terbuka tirai awannya, membuat aku hanya bisa ternganga lebar, WOW...INDAH SEINDAH-INDAHNYA. Biasanya aku nikmati senja di bibir pantai kali ini kami nikmati senja diantara awan dan kabut tipis-tipis....ingin NANGIS.....!!! untung hujan sudah mewakili tangis bahagia ku. Ntah karena terlalu mabuk senja, atau emang aku ceroboh, setelah senja menghilang di kala magrib aku terjerembab"brakkk,,krekkkk" bak jalan tol bebas hambatan wajah ku mencium mesra kerasnya tanah Pelawangan, tepat disamping tenda, gara-gara jempolku tersangkut tali pasak tenda..sakitnya bukan sakit penyakit,, aku hanya kepikiran gawat hidung ku patah...gawat aku ga bisa summit besok...sembari teriak "PAKKK" namun suara angin dan gemuruh suara pendaki menutupi teriakan lemah ku. Ku biarkan tubuh ku merasakan dinginnya tanah pelawangan yang tak ramah, tak sanggup aku untuk berdiri, beruntung Ioni yang lagi memasak di tenda sebelah mendengar rintih ku, tanggap dia segera memapahku ke tenda, dan segera mengobati luka ku. Aku coba untuk ber-Positif Thinking, sesampai tracking yang panjang dan menguras energi aku lupa sujud syukur, mungkin aku dingatkan untuk selalu bersujud syukur ke suatu tempat, meski terlintas ada yang jahil, apalagi pas jatuh magrib dan berasa aku seperti dihempas ke bumi...Hiiiiihh serem, seketika jiwa paranoid ku timbul,,,,(Gubrak!!!!).

bersama pendaki melenial

    Selepas makan malam yang jauh dari angan ku, aku selalu bermimpi makan malam di puncak gunung dengan kehangatan api unggun sembari bersenda gurau sesama teman pendaki, namun itu hanya ada di you-tube, cuaca yang terus hujan dan angin sepoi-sepoi memaksa kami untuk menikmati makan malam di tenda masing-masing. Senyum manis Tarzan dan bujuk rayu nya agar makan yang banyak biar esok kuat untuk summit, buat aku menghabiskan setengah porsi makan malam ku. Tak lama kemudia pun aku pingsan dalam kelelahan dan luka di wajah yang perih. Tak berselang lama tepat pukul 00.00 wita, suara gaduh para pendaki yang bersiap summit, membangunkan lelapku. Kesel rasanya baru juga tengah malam namun anak-anak muda yang punya energi berlebih ini sudah gaduh di tengah malam kelam yang membeku. Terlajur mata sudah tak bisa di pejamkan, ya sudah, aku persiapkan ransel kecil dan isinya untuk diajak Summit, terasa lama waktu bergulir ke jam 02.00 dini hari, karena kami sepakat untuk summit jam sekian. Seperti biasanya Ama dan Tarzan sigap membuatkan kami sarapan, asupan energi buat menapaki  5jam punggung Rinjani (jika normal), berasa sahur diatas gunung. Doa pun melepas kepergian kami menuju istana Dewi Anjani. 

Senja itu selalu bikin baper

    Jam 02.00 wita berasa seperti pagi yang ceria, kerlip headlamp para pendagi dan obralan kecil pendagi menemani langkah demi langkah kami. Tanjakan curam tiada henti menanti track panjang sebelum mencapai batas vegetasi, betapa sukacitanya diriku berjumpa kali pertama dan langsung menyentuh,,mimpi rasanya bunga yang aku impikan dari umur 12 tahun..Anaphalis javanica alias Eldeweis si Anggun yang bersahaja, tak seharum melati, tak juga menor bagai mawar namun kesederhanaanya serta perjuangan hidup untuk berdiri tegak di udara yang super ekstrim mempunyai makna tersendiri bagi para pendagi.Pertemuan ku dengan si elegan ini bikin semangat aja menelusuri pungungan Rinjani, meski setapak demi setapak langkah melawan letih, tertatih di pepasiran yang berat, melawan hujan angin yang mulai menyapa pagi, serta temperatur yang mulai sedingin es membekukan jari jemariku yang mulai nyeri (bodohnya aku muncak hanya berbekal sarung tangan super tipis sekedar tak menghitam kulit). Beruntung Pak Triss membawa senter selam 3000 lumens,,,sangat membantu aku dan Ioni yang lambat laun mulai membeku. Satu persatu group pendaki mulai tumbang, banyak yang balik kanan bubar jalan, gegara hujan angin yang tanpa iba menghapus tuntas niat summit para pendagi. Untungnya temen perjuangan ku, Pak Triss yang punya tekad dan jiwa pantang mundur, ga masalah hujan angin dan sepanjang jalur hanya kami bertiga, bahkan matahari pun enggan muncul menyapa kami, Setiap Ioni menanyakan : "Gimana Pak, lanjut?", dibalas mantap oleh Pak Triss : "Lanjut, pelan-pelan tapi non stop". Sebuah kalimat sakti menuju Puncak yang masih jauh dari langkah kaki, bahkan menelusuri liter X jalur akhir sebelum puncakpun lewat, berkat kalimat sakti mandraguna ini. Terlebih sebelum puncak dikala hari berganti terang kami mendapakan bonus pelangi yang tersenyum muanisss kepada kami bertiga, energi barupun langsung merasuki otot-otot kaki untuk terus berjalan mengapai titik 3726 mdpl. 

jalur maut "Liter X"

    Jalur liter X yang selalu didengungkan pendagi sebagai jalur tersulit menggapai puncak Rinjani, sebagai perjuangan terakhir, benar adanya jalur penuh ketabahan dan kesabaran. Beruntung aku mendaki di kala hujan lagi bersuka ria menyapa bumi. Setidaknya kami tak perlu berjuang melawan sengatan mentari. Pasir gunung yang hitam kata Ioni sich ini pasir besi, yang membentang sepanjang jalur Liter X sangat empuk sebagai landasan berpijak, dikarenakan pasir yang basah. Kata orang maju 1 langkah mundur 3 langkah, ALhamdulillah, kami tak mengalami itu. Kami berjalan setapak demi setapak, tak jarang juga kami berhenti menarik napas panjang namun dalam hitungan ga sampai 5 minut, temperatur yang mulai drop membuat kami enggan berhenti lama. SABAR, TEKAD, USAHA DAN DOA MAXIMAL, Akhirnya Sujud Syukur dan air mata ku untuk Puncak Tercantik "RINJANI"...DIA MAHA BESAR, MAHA PENYAYANG, MAHA BAIK.

 Hamparan kecantikan teramat seksi membuai mata & angan

Tak ada kata yang dapat terucap, Sungguh DIA MAHA BESAR

Alam pun bersuka ria, menangis, menyanyi dan berdansa

Dipekatnya malam dan dinginnya kabut

Rindu telah di taburkan dan bersemai di Rinjani

Tempat bersemayamnya doa-doa penuh kasih

Semoga ada kesempatan kedua untuk menuai rindu yang abadi

our Guide IONI dan TARZAN

Amma, yang masakannya makyuss tingkat dewa

si cantik abadi

Segara Anak yang Jauh di Mata, jauh di langkah









Komentar

Postingan populer dari blog ini

CURUG TUJUH SUBANG

CATALINA Si Angggun yang Tertidur Di Birunya Perairan Biak Papua

CATATAN KECIL FESTIVAL TANJUNG WAKA SANANA MALUKU UTARA