KRI TAK LAGI SAMA




Homestay MangkuGordon photo by Arnold
 
Pulau Kri terletak di sentral Raja ampat, hanya membutuhkan waktu kurleb 30-40 menit untuk menggapainya dari Waisai tentunya dengan speedboat. Akhir-akhir ini Kri begitu kesohor, maklum hampir 50% spot diving dan snorkling terbaik di R4 ada di daerah KRI. Mulai dari Cape Kri yang super cantik baik coral, ikan dan arus semua bikin mabuk kepayang, Sarden reef jutaan sardenes bak hujan ikan di birunya samudra, Chikein reef, New reef, Mike Points, JT YENBUBA yang super cantik taman lautnya, Mioskon, Blue magic, belum lagi house reef nya sepanjang garis pantai pulau Kri baik sisi dalam maupun luar,,,sungguh spot menyelam kelas dunia.   

Tahun 2012 alam bawah laut maupun darat nya luar biasa menakjubkan, gak perlu susah payah menyelam, cukup berenang cantikpun puas bermain dengan jutaan ikan nan unyu dan mata terpuaskan dengan aneka coral yang cantik rupawan berhiaskan warna pelangi tersusun ciamik di dasar lautan nan eksotis. Di daratan pulau KRI berhiaskan pasir putih bersih dengan air laut sejernih cristal water. Masih sunyi, hanya ada kicau merdu burung-burung, nyanyian  ombak dan simfoni angin menemani hari-hari ku di KRI. Maklum 2012 baru ada 3 Homestay yang letaknya lumayan berjauhan Yenkoronu, Koronu Fyaks dan  Mangku Gordon serta 2 resort nun jauh di tanjung Kri Sorido Eco Resort dan Kri Eco Resort. Serasa surga milik sendiri

Tahun 2014, kesunyian, kedamain, kindahan serta wajah lugu nan rupawan Kri mulai terkikis, tergerus oleh maraknya homestay dan speedboat yang mulai ramai bermunculan di sepanjang garis pantai Kri. Miris melihat perubahan Kri baik atas maupun taman lautnya mulai ternodai akan keramaian dan hiruk pikuk kapal yang lalu lalang serta canda riang tamu-tamu homstay yang bermunculan bak jamur dimusim penghujan. Penghujung 2015 awal 2017 aku sempat ke R4 namun kali ini tidak menetap di Kri seperti biasanya, disebuah desa kecil bernama Yenapnor terletak di pulau Gam..Homestay Mama Maria nan baik hati, tetangga nya adalah resort Papua Eksplore..suasananya masih sunyi dan nyaman padahal bersebelahan dengan kamp. Yenapnor. Namun taman lautnya memang kalah jauh menawan dengan JT Yenbuba. Waktu itu  diving di Cape Kri dan JT Yenbuba, melintasi pulau Kri..Sungguh KRI jauh berubah,,,semakin bergelora. Jika dahulu daratnya yang senyap, taman lautnya yang ramai meriah, namun sekarang adalah sebaliknya. Darat tampak padat dan sesak akan home stay, taman laut mulai monochrome dan jutaan ikan pun mulai bermigrasi ntah kemana.

Mei 2017 aku kembali ke KRI. Bagiku Kri ibarat kampung halam ke2 yang wajib di kunjungi ntah itu setahun sekali, 2 tahun sekali, tapi..selagi diberi kesempatan aku akan selalu pulang ke KRI, tempat pertama aku jatuh cinta akan dunia penyelaman, tempat aku meluapkan segenap gunda gulana, penat dan segala rasa kehidupan. Tak pernah bosen, walau setiap kali menginjakan kaki di KRI setiap udara laut beraromakan hutan tropis yang ku isap dalam-dalam tak lagi sama seperti pertama datang, namun KRI bagaikan  Magnet yang berhasil menarik ku kembali pulang. Jangan ditanya apakah KRI seperti gadis desa yang lugu nan rupawan? Seperti yang selalu terlukis dibenak ku,,,KRI sekarang beranjak dewasa, bukan lagi kanak-kanak atau remaja yan sedang mekar..KRI mulai tertati-tatih,,mulai merasakan beban polusi akibat eksploitasi yang berlebihan...KRI....oh KRI....akankah kecantikan tinggal cerita dan photo-photo masa silam????

Kri sekarang dipenuhi dengan homestay yang hampir menutup sepanjang garis pantainya, terumbu karang yang menghiasi pekarangan Kri mulai memutih, patah mematah, menghilang, bergantikan lamun laut, ikan-ikan nan jelita dan ganteng maksimalpun mulai meninggalkan taman laut Kri.Dahulu semua indah, semua bergelora, semua ceria baik laut darat dan udara, namun sekarang KRI mulai menua, tergerus oleh kepentingan “EKONOMI”. Ahli-ahli melindungi terumbu karang dan alam sekitarnya, ledakan  homestay yang bak jamur tanpa diikuti pembekalan konsep perlindungan terhadap lingkungan baik darat dan laut, membuat ekosistem di pulau Kri baik daratan dan lautnya mulai berdampak negatif.

Daratan Kri yang dulu tak susah air tawar, kini mulai susah akan air tawar. Air tawar untuk kebutuhan MCK diperoleh dengan cara membuat sumur dan airnya dialirkan dengan menggunakan mesin air ke bilikbilik kamar mandi. Mengenai sampah anorganik, ntah kemana ditempatkan, semoga saja ada lembaga yang siap mengangkat, menampung dan mendaur ulang menjadi barang yang bermanfaat. Polusi suara tak terbendungkan, terlebih musimnya liburan. Hilir mudik speedboat dimulai dari mentari menyapa hari sampai pulang ke jantung samudra, untung laut itu super luas ga pakai macet. Namun deru mesin mengalahkan kicauan merdu burung-burung nan gagah. Satu hal positifnya, dan semoga akan tetap menghijau, pohon-pohon yang menutupi KRI dan pulau-pulau kecil lainnya, masih tetap rimbun, masih rapat,,,semoga tak ada yang tergoda menebangi untuk dijadikan lahan baru homestay.

Taman laut yang dulu ga perlu bersusah payah berenang jauh ke tengah untuk melihat terumbu karang dan ikan-ikan cantik menari riang, kini butuh energi extra untuk berenang ketengah untuk menikmati keindahan yang terlukis di depan mata. Itupun terumbu karang nya tidak sesehat dahulu. Banyak yang rusak dan mati. Ntah karena pemanasan global, gelombang besar atau semakin banyak nya speedboot yang keluar masuk ke KRI...rasanya belum ada lembaga baik pemerintah atau swasta yang meneliti masalah ini. 

Berharap putra-putri Yenbuba selaku pemegang hak ulayat KRI bisa menjadi POLISI EKOSISTEM KRI baik laut dan darat, menjaga, mengatur dan memantau serta memberi tindakan tegas bagi siapapun yang merusak ekosistem di KRI. Namun ini hanya mimpiku, masyarakat disana cenderung fokus membangun homestay, berlomba-lomba mencari tamu, membuat tamu happy, tanpa memikirkan dampak negatifnya.  Tak ada yang terpikirkan usaha lain misalnya, menyuplai kebutuhan homestay baik itu masalah pangan, papan dan sandang. Masalah sampah, air bersih, dan terpenting dampak linkungan akan keluar masuknya kapal baik besar maupun kecil.

Homestay di KRI masih individualis, aku heran, sering duduk bersama, sering melakukan pertemuan, kenapa tidak ada kata sepakat membuat 1 JT untuk 5 home stay misalnya. Ini semua homestay berlomba-lomba membuat JT. Atau jika homestay yang belum memiliki JT wajib kapal-kapalnya sandar di JT tersebut, agar-agar taman laut yang sudah cantik tersebut tidak hancur seperti sekarang. 

Belum lagi masalah service yang jauh dari  kata puas, manajemen waktuk yang amburadul, penyajian makanan yang menonton. Harga dan faslitas boleh backpaker namun kualitas Manajemen waktu dan pelayan harus bintang 5. Masalah seperti ini belum diterapkan di homestay-homestay yang ada di KRI. Pelatihan tidak hanya ke pemilik homestay, namun pelatihan-pelatihan sebaiknya diwajibkan ke semua lapisan karyawan juga.  Homestay yang nyaman bukan berarti harus seperti Resort. Bersih, rapi, tepat waktu, makanan variatif walaupun sederhana (lebih menarik lagi sajikan makanan khas daerah) ramah dan nyaman serta hangat dalam menerima tamu.  Cukup bermodal itu saja, jikalah ada kendala dalam trip yang tidak sesuai jadwal, beri informasi yang jelas dan kasih opsi serta solusi. Jangan biarkan tamu terlantar tak menentu, sehingga tamu berpikiran negatif tentang pelayanan yang didapat. Ingat tamu datang jauh-jauh bahkan lintas benua, berilah senyuman terbaik pelayan sepenuh hati, tak membedahkan apakah tamu lokal atau interlokal, apakah tamu murah tips atau pelit, apakah tamu bawel rewel atau tamu yang selalu nerimo apa adanya. 

Bersaing antar homestay boleh dalam artian SEHAT, namun kerjasama dan kekompakan itu wajib. Saling menutupi kekurangan, saling mensuport, dan saling jaga lingkungan itu harus menjadi slogan. Usul untuk para owner homestay, rekrutlah penduduk lokal sebagi karyawan, kasih pendidikan dan pelatihan. Ajak warga sekitar untuk menyuplai kebutuhan homestay, terutama masalah laup pauk dan sayuran. Ikan seharusnya beli kependuduk setempat tak perlu harus ke wasai, jadilah kompor gas bagi penduduk untuk mau beternak ayam potong dan bertelur agar hasilnya bisa buat pasokan homestay. Buat ibu-ibu rajin berkerbun agar sayur mayur dan bumbu dapur dapat diperoleh segar dari kebun warga..ajak muda mudi , anak-anak menjadi pemandu wisata baik darat dan lutan, beri pelatihan dan tanamkan kecintaan linkungan, karena pemuda-pemuda ini lah yang menjadi polisi ekositem masa depan. Bukankah dengan melibatkkan semua lapisan masyrakat desa, akan maju bersama makmur bersama, alam dan isinya pun terjaga lestari. 



Namun kenyataan nya sekarang masing-masing keluarga sibuk dan pusing mencari dana dan tamu untuk membangun homestay sebagai income baru keluarga.   Tak terpikir bagaimana dengan satu homestay tapi semua masyarakat desa bisa terlibat???? Alam beserta isinya tetap terjaga keindahanya. Apalah artinya homestay menjamur, uang berlimpah, namun alam rusak,,,tak ada daya jual, modal gratis, penyokong dana gratis dari alam lagi??? Homestay pada akhirnya akan menjadi lapuk dan runtuh lambat laun jika sistem manajemn masih seperti ini. Ayoooo bangun saudara-saudara ku, pemilik homestay,,libatkan warga baik anak-anak hingga tetua. Meminjam kata Kak Steffany ownernya KAMAR RAJA GUEST HOUSE,: “Dalam membangun homestay kita tidak boleh MONOPOLI”. Arggg andai saja ada 10 orang di Raja ampat seperti kakak,,maka dijamin akan makmur sejahtera masyarakat diseluruh distrik Raja Ampat. Tak ada lagi Berita di media on line maupun cetak yang menulis Dibalik Keindahan R4 terselip kemiskinan yang mendera,,atau sampah2 yang menumpuk di pusat wisata kelas dunia. Sungguh ironis....Semakin terkenal suatu daerah, memang tak terelakan akan kerusakan yang mengancam. 

 

LOVE KRI, LOVE RAJA AMPAT Semoga tulisan ini menjadi secercah sinar untuk kebaikan KRI dan warga sekitar. Bukan berati Kri tak lagi indah, masih cantik masih penuh pesona walau tak secemerlang dahulu.


Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  2. Mba kalo mo mudik lagi ke Cape Kri kumau ikut barengan, kangen sama Koranu Fyak & Om Ruben tapi temen temen susah di ajak susah di Kri hahaha. Please add my IG @smismi_smi

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

CURUG TUJUH SUBANG

CATALINA Si Angggun yang Tertidur Di Birunya Perairan Biak Papua

CATATAN KECIL FESTIVAL TANJUNG WAKA SANANA MALUKU UTARA