PESTA PORA ANGIN DAN HUJAN DI PELAWANGAN SEMBALUN

Danau Segara ANak, Gunung Anak Baru Jari, Gunung Agung nun jauh di batas cakrwala, 3 gili 

   
 Kebahagian sejati adalah mengapai puncak 3726 mdpl yang begitu indah, berdiri di atas awan bernaungkan langit kelabu,  mentari ntah kemana bersembunyi di balih mega tebal, padahal tadi sempat menciptakan pelangi yang begitu memukau di atap Istana Dewi Anjani. Sayang di sayang, harapan tinggal harapan, mentari sepertinya masih enggan hadir hari ini. Keadaan diperparah dengan perlahan namun pasti angin mulai membelai manja wajah kami. Temperatur semakin turun, argghhh, tiba-tiba kami merindu hangatnya sinaran mentari pagi, yang tersenyum muanis. Dingin mulai tak bisa ditahan oleh jaket gunung kami, meski puncak milik kami bertiga, kami bebas mau photo gaya apa saja dengan plat-plat yang menandakan "ATAP NTB Gn. RINJANI 3726 mdpl." Aku  berharap Ioni membawa kompor gunung beserta teko dan cangkir plus kopi, agar bisa menikmati secangkir kopi hangat sembari mata memandang lepas 360*  Gumi Selaparang (Nama lain dari pulau Lommbok yang bermakna : Gumi : Bumi, Selaparang : nama sebuah kerajaan yang terbesar pada jaman dulu.). Berharap moment 10 tahun silam saat mendaki Gunung Api Banda bareng Ari dan Zoel, yang sigap menyedukan secangkir kopi hangat, semangkuk indomie dan sepotong apel, pelepas dahaga akan perjuangan mencapai puncak. Namun Ioni bukan Ari , atau Zoel...akupun  harus puas membayangkan moment sakral itu di benak ku saja. Udara dingin semakin mengurung kami, tak sampai 15 menit di Puncak Rinjani, kami pun bergegas meninggalkan keindahan yang abadi. 
    Ketika summit jam 02.00 dini hari semua gelap,  hanya cahaya headlamp yang menerangi jalan setapak pungungan Rinjani yang begitu dasyat, dasyat viewnya, dasyat juga medannya. Jika perginya aku tak banyak bicara, hmmmmm..tarik napas puanjannnngggg,,,, luar biasa,,,saat tirai malam mulai tersingkap berganti hari yang terang benderang, sepanjang jalur yang kami lewati adalah jalan setapak, serong dikit saja, baik kanan ataupun kiri adalah jurang dengan kemiringan 70-80*. OMG, gemetar lutut ini, beruntung kami dikelilingi view yang seksi nan mempesona, sedikit buat aku lupa ingatan akan takut ketinggian. "Yonnn,,,gimana cara turun?" tanya ku ke Ioni yang sudah jauh menuruni Liter X. "Ya, jalan aja Kak.!", teriaknya geli. HA???? sesantai itukah dia???? cowok macam apa ini,,,,,(hahhahaha, geli sendiri kalau ingat ini). Pak Triss pun memberikan tips yang ampuh, meluncurkan gunakan 2 tumit belakang sebagai tumpuhan kaki dan 2 tracking pool sebagai tumpuhan tangan." Clinggg, aku langsung nyambung ke para pemain skii,,,(bukan, bukan karena aku jago main ski, namun kalimat yang Pak Triss utarakan langsung terkoneksi ke mereka). Tak pakai lama aku pun sukses menuruni Liter X si punggung Naga Api. Setelah itu jalur melandai berteman lorong  batu gunung yang terukuir oleh angin dan air, sungguh pahatan maha cantik. Terlebih sepanjang punggung naga berhiaskan Eldeweiss si elok nan rupawan dengan aromatik yang menenangkan  otot-otot tubuh yang sudah super keras di pacu untuk mengalahkan ego kami.
Salam Super Pak Triss untuk Perjuangan di Liter X


    Seperti yang kututurkan di atas, di perjalanan turun ini, kesabaran ku mulai berkurang kadarnya, sering aku bertanya, kapan belok kanan?,,hehhe maklum basecamp Pelawangan Sembalun berada di sisi kanan jika turun dari puncak,,,dengan kadar sabar yang sama dengan muncak, Ioni menjawab,"Belum..masih lama,,,". Widiwwww,,,ternyata perjalanan gelap gulita bisa membuat aku menahan tanya, dari pada berjalan di siang hari. Jika summit kami membutuhkan waktu 5 jam, waktu tempuh perjalanan turun  sama dengan summit, 5 jam juga Maklum kami tak tahan godaan akan pemandangan yang super kece badai untuk diabadikan. Menyesapi keindahan yang membentang di hadapan kami wajib hukumnya, ini adalah petualangan berkelas dan sakral. Banyak bonus selama perjalanan naik dan turun dari puncak, mulai dari si cantik pelangi yang muncul sebelum kami memasuki liter X, perjalanan turun kami disajikan danau Segara Anak dengan gunung Anak Baru Jari yang mengepulkan asap malu-malunya dengan hamparan air danau hijau toscha bertaburkan mutiara pancaran sinar mentari. Sungguh buat mata dan mulut membuka selebar-lebarnya, kagum akan kencantikan paripurna yang kami lihat. Tak lama berselang batas cakrawalapun terbuka tabirnya, Gunung Agung di pulau Dewata Menampakan segitiga Piramidanya, seolah mengundah kami untuk menapaki kaki dipuncaknya. Tak hanya sampai disini bonus dari Sang Maha Baik, 3 GIli sebagai maskotnya Lombok, ya Gili Terawangan, Gili Meno dan Gili Air tak mau kalah menampakan dirinya di lautan yang membiru, sebiru hati kami saat ini..lagi dan lagi  "Nikmat Mu yang manakah kan ku dustai??". Hiksss buat  kaki semakin berat melangkah untuk mengakhiri anugerah terindah di pagi yang luar biasa ini. Pukul 13.00  kami pun akhirnya terbaring kelaparan di tenda masing-masing.
Lorong Cinta Rinjani


    Berita sedih nan memilukan, kami tak jadi bermalam dan berendam dihangatnya danau Segara Anak, hikssss makan siang yang ku nantipun tak lagi selezat seperti makanan sebelumnya. Kecewa??? Pasti!!!!!...namun aku tak boleh egois, ini adalah perjalanan melibatkan kami berlima, bukan solo tracking. Meski Ioni berusaha menjelaskan bla,,bla,,bla,,,semua tak lagi penting dan  diputuskan kami tetap bermalam di Pelawangan, dan turun keesokan pagi. Selepas makan akupun mencoba untuk bocih, meski hati masgul,,,lumayan bisa juga terlelap walau hanya 1 jam. Bosan aku pun mencoba mencoba berjalan kecil mencari spot foto yang ciamik. Namun tak berselang lama, angin mulai menunjukan daya nya. Kocar-kacir kami memasuki kembali tenda masing-masing. Ternyata kali ini Badai sunguhan, berawal angin yang datang sepoi-sepoi melenahkan, makin malam makin menggila. Dari jam 5 sore sampai jam 7 pagi ga ada capeknya Angin dan hujan berdansa bersuka ria, menari, menyanyi di Pelawangan Sembalun (sesuai nama Pintu angin). Tenda ku berkali-kali mencium pipi kiri, tak lama berselang pipi kanan. Hanya Doa dan Pasrah, selama 14 jam berada di pusat badai, semua indra pendengarku aku fungsikan menjadi status awas, tubuhpun harus sigap, jika sewaktu-waktu tenda ku terbang. Aku masih tenang, karena tenda di kanan ku Ioni, Tarzan, dan Amma masih bersenda gurau, di kiri ku Tenda Pak Triss sunyi dan menenangkan, buat aku terlelap meski hitungan belasan menit. Tarzan dengan rutin dan tabah mengecek pasak-pasak tenda apakah masih kokok tertancap meski harus di guyur hujan es dan angin.
Masih bisa senyum manis mesti sedih gagal ke Segara anak, dan 10 menit kemudia badai menyapa dengan hangat.


    Akhirnya waktu yang dinantipun tiba, ya,,,"Terang", gulita malam pun berganti tugas dengan hari yang terang namun masih muram. Angin dan hujan tak segila malam, namun masih saja enggan pergi dari lantai dansa Pelawangan. Aku yang sudah dari malam menahan pipis dan sakit perut akhirnya menyerah juga untuk menuntaskan hajat ku. Bayangkan sembari, mengeluarkan isi tubuh, sembari dikeroyok sama angin dan hujan,,,,sungguh pengalaman fantastis, dan ini ga hanya satu kali, aku harus 3x bolak balik ke toilet, menerjang angin dan hujan....brrrrrrrrrr,, ga ketulungan dinginnya.  Seperti bermalam di lemari es suhu berkisar 0 - 4*C, kapok???? saat itu...tapi untuk jawaban terkini justru inin balik lagi, hehehhe. Selepas menyantap nasi goreng dan teh hangat sebagai pembuka pagi, Ioni pun meluncurkan kalimat yang aku tunggu-tungu "Ayo, Pak Triis, Mbak Aris, berkemas kita turun sekarang."..wooooow leganya, sungguh kalimat yang aku nantikan, gak pake lama kami pun packing isi tenda kami. Meski hujan begitu engan melapas kepergian kami, sesedih hati ku melepas keindahan Rinjani, dikarenakan cuaca yang super es krim (istilah Tarzan untuk  cuaca ekstrem), suhu yang mulai mengetarkan tulang membuat hati yang piluh sekaligus riang untuk tinggal kan rindu yang mulai bertunas di istana Dewi Anjani
Salam perpisahan untuk Dewi Anjani yang sudah menjamu kami dengan manis


    Tepat pukul 09.00 pagi waktu setempat, kami menapaki kebali jalur-jalur terjal nan licin menuju ke desa Sembalun dan rencananya kami akan bermalam di home stay Bang Stuck di Masbaqiq. Perjalanan pulang tak kalah sulitnya dengan perjalan pergi. Ntah karena Euforia yang membuncah, banyak jalan-jalan yang kami lupakan, rasa-rasanya saat pergi kami tak melintasi celah sempit yang sisi kirinya langsung terjun bebas ke dasar jurang. Ioni pun hanya geleng-geleng kepala melihat kepikunan kami...hehehe jangan-jangan doi ngebatin "Kenapa teman daki ku pada manula semua?" Saat datang kedua kaki ku baik-baik saja meski harus menggunakan gigi satu terus menerus. Giliran pulang mulai lutut kanan ku bermasalah, nyerih mulai mewarnai sepanjang turunan tanjakan yang licin. 2x pantat ku menghempas ke tanah,,,huffff lumayan sakit. Ujung ibu jari kakipun mulai menjerit gegara harus tertabrak ujung sepatu, kulit pergelangan mata kaki mulai terkelupas dan perih,,,,ughhh perjalan turun ini lebih lambat sepertinya dari perjalanan naik. Mencoba untuk abaikan, namun tracking Rinjani memang begitu panjang, beruntung berjalan diantara savana dan hujan yang menguyur,,sebagai suplemen penambah energi. Bagaimana tidak, sepanjang tebing yang membatasi cakrawala memancarkan air terjun yang tidak hanya 1 namun 3 sampai 5 kami jumpai,,,,Perpisahan yang romantis. 
    Pos 4,3,berlalu, kami hanya lewat tanpa berhenti, meski kaki sudah menjerit, target kami makan siang di pos 2 sembari mengisi perut yang mulai bergemuruh. Lagi dan lagi tarzan mesti berperang melawan pasukan monyet-monyet yang mengepung kami di pos 2. Amma masak secepat kilat,  sekuali mie gerong pun siap kami santap berlima. Di pos 2 Pak Triss memutuskan naik ojeg kembali ke hotel. Aku yang memang belum rela berpisah dengan Savana Rinjani, menolak mantap abang ojeg, mesti harga turun, menjadi Rp. 50.000,- sampai di hotel tak mengoyahkan imanku. 

aku masih mau menyesapi bau savana yang memabukan raga ku, 
aku masih ingin memanjakan mata ku dengan savana yang menguning, 
aku masih betah berjalan bersama hujan 

                                        dan 2 cowok kece yang rela menyamakan langkah kaki dengan ku, 

karena ku tak pernah tahu adakah kesempatan ke-2 ?
untuk bertamu di Istana Dewi Anjani yang begitu memukau dan mempesona. 
ijinkan aku untuk selalu pulang kedalam peluk hangat mu, Rinjani

 

 









 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CURUG TUJUH SUBANG

CATALINA Si Angggun yang Tertidur Di Birunya Perairan Biak Papua

ELOKNYA NEGRI 1000 MOKO & NUSA KENARI 'ALOR'