TERDAMPAR DI BELANTARA BATANTA RAJA AMPAT


Welcome Raja Ampat at Pelabuhan Rakyat Sorong

      Ini trip dadakan, trip yang tidak direncanakan, trip mecampkan semua rutinitas kuliah dan kerja yang mulai memuakan dan terpenting trip teramat rindu dengan Raja Ampat yang tak pernah bosen untuk di eksplore. Kenapa aku begitu antusias bahkan sampai supernekat bolos kuliah padahal sepulang dari Trip ini langsung berhadapan dengan Ujian Tengah Semester ? heheheh ini akbiat racunnya kak Hervil, cowok manis Papua kelahiran Batanta, yang sukses menebarkan racunnya ke otak ku. Tak hanya itu aku tipe orang yang antusias untuk sesuatu yang baru. (Sepert yang pernah aku bahas pada artikel : RAJA AMPAT ISTANA  JUTAAN IKAN NAN UNYU-UNYU  ).
                Untuk menjangkau pulau ini seperti jalur ke Waisai pada umumnya bila kita Backpaker, namun bila kita tamunya papua pradise eco resort cukup sampai Sorong saja, dari sini resort akan mengurus segalanya sampai tiba di sisi lain surga Raja Ampat. Namun berhubung backpaker, sesuai budget, kalau tidak berakit-rakit kehulu maka bukan petualang sejati namnya. Dari Sorong menggunaka kapal cepat jika membeli tiket super ekonomi yang duduknya dianjungan kapal cukup mengeluarkan kocek 100 IDR, sampai dech di ibukotanya Raja Ampat destinasi terfavorit dunia. Bermula di pelabuhan Waisai inilah perjuangan dimulai, mengingat jarat antara dermaga kapal cepat dengan dermaga antar jemput jukung/speedboat homestay atau resot lumayan menguras keringat terlebih berjalan terseok-seok di tanah liat berdebu membawa ransel 10 kg serta koper dengan peralatan diving seberat 20 kg,  bonusnya bermandikan cahaya matahari tanpa diskon. Semua perjuangan itu tak berarti, tertutupi hati yang yang riang gembira karena sampa dengan selamat di bumi Cindrawasih titisan surga yang jatuh ke bumi.
Welcome Batanta

                Pulau Batanta walau di kawasan Raja ampat yang cetar membahana, masih sepi dari para wisman terlebih turis lokal. Ntah karena letak nya yang jauh dari Waisai, transportasi publik yang tidak tersedia atau informasi tentang pariwisata Batanta yang minim. Aku menduga faktor terakhir inilah yang membuat Batanta tak semeriah Gam, Kri, Mansuar, Arborek, Wayag ataupun Misool. Memang Batanta tak serupawan Wayag, tak secermerlang Misool, namun untuk keindahan pantai, keramahan penduduk desa Arefi, hutan, pantai yang masih perawan, plus nya lagi di pulau ini terdapat air terjun Warin Kabom  yang keindahanya bikin aku nekat untuk mengeksplore Batanta walau harus Solo Trip kembali. Minimnya informasi tentanng Batanta membuat pulau ini sepi akan wisatawan, walaupun terdapat beberapa home stay dengan kualitas yang lebih baik dari Kri.
                Bulan Maret termasuk bulan yang terbaik untuk mengarungi laut biru yang terbebas dari terjangan ombak dan angin yang tak bersahabat. Sedikit jengkel mewarnai awal perjalanan ku ke Batanta ,hati yang tadi nya cerah ceria seperti langit birunya Raja ampat tercemar oleh kejengkelan menanti jukung (kapal kecil bermesin 90pk) menjemput tak kunjung tiba, sudah belasan kali di call jawabnya SABAR BU!!! Uhuksss beginilah nasib merantau ke Timur, harus siap jungkir balik akan semua planing yang sudah matang di otak.. Silih berganti cowok-cewek bule muai yang muda, tua, remaja, ganteng, cantik, dekil sampai perlente sudah belasan kali diangkut oleh jukung-jukung sampai speedboat mewah meninggalkan dermaga Waisai, tinggal lah aku menatap nanar,,laut biru menanti janji yang tak pernah ditepati. 1 jam berlalu akhirnya pak Novri pemilik homestay Yenkarom di Batanta yang satu-satunya siap dan memiliki alat diving lengkap kecuali kompresor untuk isi tabung dive.  Sederhana saja jawab beliau saat bersua, “Ibu Arista?, maaf Bu sedikit terlambat tadi belanja dulu kepasar.”,...Gubrak,,tidak tahukah doi, kalau aku sudah lumutan menunggu di dermaga yang baru akan di bangun ini? Tidak tahukah doi, kalau cacing-cacing diperut mulai meneriakan genderang perang pertanda laper.com. Aku hanya bisa senyum kecut untuk membalas alasan yang sama disetiap trip ke Raja Ampat. Kapal yang menjemputku kecil mungil dan ramping, tanpa penutup,,,hmmmmmm artinya 1 jam  30 menit aku akan terpanggang Matahari,,,beruntung aku memakai topi lebar dengan buff (badana) yang siap untuk menutupi muka, untuk sementara wajah ku aman dari menghitam legam.
Pekarangan Homestay Arefi Batanta

                Perjalanan menuju Batanta bak berjalan di jalan tol bebas hambatan, tak ada ombak atau angin yang menghalangi perjalanan.. Tepat pukul 2 siang aku tiba di pulua impian,,,ya Batanta...jauh dari gemerlapnya Raja Ampat. Sebuah pulau yang masih sunyi, homestay sepanjang garis pantai hanya ada 4 yang letaknya berjauhan persis seperti pulua Kri 5 tahun silam.  Suprisenya,  semua homesaty kosong melompong alias tak satupun ada tamu. Nun jauh di tanjung berdiri megah papua pardise eco resort. Antara  Senang, heran juga sedih akan nasib ku ku kedepan. Tak sabar hati aku segera terjun dari jukung, menikmati dingin air laut, udara pantai berbaur hutan tropis memenuhi rongga paru-paru ku. Seketika otak ku dibanjiri nyanyian merdu kicau burung, semilir angin yang bermanja-manja dengan dedaunan, deburan ombak yang berselisih kepantai, air laut sebening 
cristal,,,argggh Raja Ampat selalu menghipnotis. Aku sampai lupa,lupa akan kejutan yang menanti ku, ketenangan yang mencekam.
                Seingat ku 2 jam berlalu bersama Pak Novri  dan kapten kapal yang menjemputku di Waisai sampai Batanta, tak sedikitpun mereka bicara kecuali salam sapa pertam saja, selepas itu semua dengan tindakan, pun sampai di homestay yang sudah rapih, bersih dan siap untuk  merebahkan diri.  Pak Novri hanya mengantar ku sampai home stay, tanpa bicara seoata katapun, baik dengan siapa nanti aku tinggal, makan jam berapa, rencana trip kemana bahkan hal yang terpenting biaya selama di Batanta,,,tak sedikitpun kata terucap dari mulutnya. Beliau hanya meletakan bak barang di meja lalu berlalu, tinggalkan ku di pulau yang masih rapat menghijau. Hanya ada dua 3 bangunan di pantai aku terdampar ini, 2 bangunan berupa kamar tamu yang berjarak 2 meteran, dan satu nya dapur yang berjarak belasan meteran. Satu-satunya tamu hanya aku di pulau sebesar ini, adapun tamu resort nun jauh di tanjung.Yang membuat  lega setidaknya aku ditemani Pak Novri,istrinya dan bapak tua jadi totalnya penghuni pulau ini kami berempat.  1 jam menanti makan siang pun siap dihidangkan dengan menu ayam kecap berlumuran minyak, sayur lodeh dengan dominasi kol dan soun tumis, khas masakan pulau Raja ampat...jauh lebih baik jika dibanding dengan menu makanan yang disajikan di homestay-homestay yang ada di pulau Kri. Aku tak mengerti apa karena tipikal masyarakat Batanta yang super pemalu? atau mereka tidak terbiasa berinteraksi dengan orang asing? atau juga  jarang ada tamu berkunjung? Atau mereka belum siap, belum dapat pelatihan dalam menjamu tamu????...Sunguh ini lebih parah dari pertama kali aku jumpa Ruben dan keluarganya saat 5 tahun silam pertama kali ke Raja ampat, dimana tamu-tamu tak seramai sekarang.

                Bahkan istrinya Pak Novripun irit kata-kata, semua percakapan aku yang memulai, aku berusaha keras untuk SKSD, namun mereka bagaikan tembok cina yang tak tergoyahkan. Tinggallah aku cilingak-cilinguk di pulau nan sunyi ini. Maksud hati ingin rebahan sembari mengumpulkan tenaga untuk snorkling nanti sore, namun apa daya mata ku tak dapat terpejam, ntah karena semua berasa dingin, kakuh. Aku putuskan untuk membereskan barang-barang ku, lanjut snorkling. Keputusan yang salah sepertinya, bagaimana mungkin snorkling? Aku lihat Pak Novri beserta anak istrinya pergi dengan boat ntah kemana, tinggallah aku bersama bapak tua yang tertidur dibale-bale kayu usang. Batanta adalah pulau yang menghadap laut lepas otomatis ombak pun selalu bergelora terlebih air laut mulai pasang, tak kebayang arus kencang menghanyut kan tubuh ku,,,tak berani aku berenag ketengah, cukup di bibir pantai, sudah membuat ku ciut...ciut akan kebawa arus ketengah laut, takut akan mati konyol, aku bukanlah bule-bule yang nekat dan jago-jago berenang. Tak sampai 15 menit akupun menepi di pasir putih. Tak banyak yang bisa ku intip dalam lautnya Batanta, hanya lamun-lamun laut dan butiran-butiran pasir yang mengeruhkan air laut yang bisa aku lihat, tak juga ku lihat  ikan-ikan yang bersiliweran riang. Ntah karena air mulai pasang ditambah ombak yang bergelora, membuat taman laut sukar untuk dinikmati.
                Disela-sela kekecewaan ku, aku berkesempatan bicara sedikit banyak dengan bapak tua yang terjaga dengan langkah kaki ku dipepasir.  Sebetulnya walau Bapak tua banyak bicara tak banyak juga yang bisa aku tangkap dari tutur bahasanya, aku hanya bisa mencerna bahwa Pak Novri beserta keluarganya balik ke kampung Arefi karena nanti malam akan ada syukuran adiknya yang baru dilantik menjadi Polisi, Pak Tua pun akan menyusul nanti setelah menyalakan lampu untuk ku. Lha????? Terus nasib ku ???? Hanya kalimat ini yang bisa ku cerna dengan benar dan baik. Alamak , aku panik, marah, sedih melanda sekujur tubuhku, dari pertama jumpa aku berusaha memahami kondisi terburuk ini, mencoba menikmati perjalanan nekad ku, sikap tak bersahabar sang pemilik homestay. Aku tak tahu mau curhat, mau mengeluh pada siapa, ini pulau tanpa sinyal, listrik baru hidup jam 18.00 smp jam 21.00.  Aku tak tahu mesti bilang apa, bak ilang arah rasanya. Dikejauhan menderu mesin 45 pk mendekati pulau, aku mulai leganya ada juga yang datang, Pak tua bilang itu isti pak Novri dan adiknya. Bagai meminum air pegunungan rasanya,,,,lega seketika. Tak menunggu lama, saat mereka mendarat di pasir putih aku langsung memberndong pertanyaan, Kenapa, kenapa, dan kenapa? Kapan dan kapa?..blalalbla...dan mereka hanya menjawab “Tidak Tahu Ibu”...huaaaaaaaa .aku hanya bisa membelalak nanar. Si mama papua pun akhirnya menawarkan aku untuk ikut ke kampung, aku sambut dengan antusias tawaran ini, walau badan basah kuyub selepas snorkling, kami ber4 akhirnya menuju kampung dikala matahari mulai kembali ke jantung samudra.
                Kampung Arefi, layaknya kampung-kampung pinggir pantai di Raja Ampat, bersih, tatanan rumah yang rapi di kiri kanan jalan lurus berpasir putih, Setiap rumah halamanya dipagari kayu angsana yang dicat putih, berhiaskan bunga bougenvile aneka warna. Namun sayang pasir putih yang membela kampung dicemari bercak orange kemerahan alias ludah pinang. Sebuah kampung yang damai dan hangat akan jiwa kekeluargaan yang tinggi, terlihat jelas pada saat syukuran, masyrakat berkumpul saling membantu, ibu-ibu sibuk di dapur, para kaum hawa sibuk mebuat tenda, mengatur kursi, menghias panggung dan membenah soundsystem. Ini pesta intinya dari warga untuk warga. Aku lihat semua warga baik tua maupun muda bergembira ria menyambut malam dansa nanti malam. Mungkin satu-satunya orang yang tak bahagia adalah aku.. Terlebih saat ku tanya Pak Novri kapan aku mulai diving? Kapan aku mulai menjelajah Batanta? Dia bilang belum tahu, karena tabung-tabung belum diisi, sementara dia sibuk menyiapkan pesta untuk adiknya. Fiuhhhhhh, walau ini trip dadakam, namun aku memberi tahu akan datang dan menginap di Batanta sudah 1 bulan silam, 2 minggu sebelum berangkat sudah aku DP 1 juta buat homestay dan diving. Seenak e dewe, doi bilang..BELUM TAHU!!!!.. paling cepat bisa diving hari besok lusanya!!! .Receh macam apa ini????!!!! Lagi dan lagi aku bisa nelangsa. Terlebih mereka bilang akan sampai jam 2 pagi di kampung, aku disuruh milih ikut pesta atau kembali ke pulau? Busyetttttt, ntah aku tamu lokal jadi aku bak kutil yang merepotkan mereka. Walhasil aku pilih opsi kedua kembali ke homestay, langit mulai gelap saat aku kembali dengan hommestay dengan baju yang kunjung kering, sebasah hati yang tak bisa menangis. Satu-satunya yang membuat aku legah di Kamp Arefi terdapat sinyal Telkomsel,, sehingga aku bisa berbagi derita dengan Ruben untuk segera pindah ke Koronu Fyaks Home stay keseokan harinya, dengan janji diantar Pak Novri jam 9 pagi.
                Tak berbasah-basih aku segera membersihkan diri di bilik bambu, selepas sholat aku lihat di beranda depan sudah tersedia makan malam dengan menuh yang masih sama dengan yang tadi siang bedanya sekarang ayamnya di goreng.  Tanpa nafsu aku menyuap makanan ke mulut, hambar sehambar hati ku...uhuksss liburan yang ancur lebur...kulihat di kejauhuan di sea-sela dedaunan dan ranting pondok dapur masih benderang. Lega...masih ada teman setidaknya dipulau yang mulai diselimuti malam. Aku masih ingat si mama papua janji akan menjemput ku kembali ke kampung, namun sampai mata terlelap sampai lampu mati tak satupun manusia menyampiri ku, malam ini, ku tak tahu apa karena aku betul-betul capek fisik plus hati? Pingsan betulan? Atau Allah begitu sayang dengan ku?. Sepertinya opsi 3 lebih masuk akal. Dikarenakan Allah tahu kalau aku itu penakut. Malam ini aku benar-benar sendiri di pulau tanpa ada yang menemani tidak bapak tua, pak Novri maupun istrinya...aku terlelap pulas di belantara Batanta sampai senyum hangat mentari mebelai kulit ku baru terjaga.
                Pagi pertama di Batanta, sejenak begitu nikmat, begitu segar dengan aroma hutan bebaur laut, kicau riang burung maenyambut pagi yang ceria,namun setelah aku sadari dan beranjak dari kasur dan langkah pertamaku menuju pondok dapur dan tak satupun manusia yang kujumpai,,sedih dan juga syukur setidaknya aku masih selamat wlau semalam aku terlelap bak orang pingsan dipulau yang baru aku jumpai. Lagi dan lagi aku harus menanti janji pak Novri yang katanya akan mengantar aku ke Kri, sampai anak istri dan bapak tua datang menyiapkan sarapan pagi, beliau masih belum tanpa batang idungnya, ntah mabuk ntah mencari bbm untuk jukungnya. Waktu hampir pukul 11 siang tak juga muncul. Uhuksss rasanya mau meledak diri ini, tapi bukan tipe ku untuk meluapkan emosi,,sabar, gelisah, cemburu menatap ombak yang bekejaran ditengah lautan. Dikejauhan terlihat Jukung berlari kencang dari arah Kri menuju Batanta dengan 4 orang Bule, dan berhenti tepat di homestay tepat dimana aku menani oak Novri. Ternyata grup ini backpaker German yang berpindah-pindah dari satu pulau kepulau lainnya, mereka sudah mengeksplore Waisai, gam, Kri, Mansuar, Salpele, Arborek dan sekarang Batanta. Kapal yang menghantar merupakan penduduk lokal pulau Gam, dengan sang kapten Jukung bernama Kreskes. Berasa mendapat durian runtuh rasanya, akupun dengan semangat 45 menawarkan diri untuk diantar ke KRI, Kembali ke pelukan Ruben Koronu Fyaks Homestay, Wabegong Dive Center,,tempat pertama kali aku jatu cinta pada semesta Raja Ampat dan segala isinya, walau ku tahu aku akan menangis kembali untuk cinta yang tak pernah abadi.
                               


bersama kapten Krekes yang membawa ku ke Kri










Komentar

Postingan populer dari blog ini

CURUG TUJUH SUBANG

CATALINA Si Angggun yang Tertidur Di Birunya Perairan Biak Papua

ELOKNYA NEGRI 1000 MOKO & NUSA KENARI 'ALOR'